Selasa, 03 Januari 2012

Penyelamatan Beunteur di Kolam Beton

Sabtu, 31/12/2011, sepulang penanaman pohon di bantaran Sungai Ciliwung oleh KPC (Komunitas Peduli Ciliwung) Bogor, saya menyempatkan diri melihat kolam beunteur (Puntius binotatus) teman saya yang berlokasi di Sekretariat KALAM (Komunitas Peduli Kampung Halaman), Tegal Gundil, Bogor. Dari laporannya di blog Si Beunteur, mereka telah berhasil memijahkan spesies lokal yang banyak diminati masyarakat sebagai ikan konsumsi ini hanya dengan penerapan teknologi sederhana. Kolam beton berukuran 2 m x 1 m x 0,6 m dengan ketinggian air + 40 cm serta berbagai tambahan lainnya mulai dari pemasangan blower, penanaman tumbuhan air berupa rerumputan, hingga pemasangan bebatuan sungai. Jadi intinya bahwa habitat asli ikan beunteur di sungai berusaha ditiru pada kolam beton tersebut dengan parameter keberhasilan berupa 31 ekor benih beunteur berumur kurang dari 30 hari.

Gambar Ikan Beunteur (Puntius binotatus)
 
Potensi dan permasalahan

Ikan beunteur (Puntius binotatus) merupakan spesies lokal dari keluarga Cyprinidae yang banyak ditemukan di Sungai Ciliwung (Kusumah et al., 2011) maupun sungai lainnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Spesies ini banyak diminati masyarakat karena kelezatannya sebagai ikan konsumsi dimana banyak menu masakan dibuat dari ikan lokal ini. Menurut Atlas of Freshwater Aquarium Fishes (Axelrod et. al., 2004), ikan beunteur dimanfaatkan juga sebagai ikan hias pengisi akuaskap sedangkan berdasar pada kebiasaan masyarakat di bantaran sungai, spesies ini juga digemari dalam olahraga memancing (sport fishing).

Hingga kini produksi beunteur masih berasal dari hasil tangkapan alam sedangkan upaya budidayanya secara massal belum pernah dilakukan. Kondisi ini menyebabkan jumlahnya di pasaran sangat terbatas dan bersifat musiman sehingga kontinyuitas pemanfaatannya tidak dapat tersedia sepanjang waktu. Akibatnya, hanya pada musim-musim tertentu saja ikan ini bisa dikonsumsi masyarakat.

Konservasi eksitu

Ketika eksploitasi suatu spesies makhluk hidup di alam terus dilakukan tanpa memperhitungkan informasi mengenai dinamika populasinya (kematian, rekruitmen, ukuran populasi, dll), ditambah lagi berbagai bentuk ancaman lainnya mulai dari kerusakan habitat, introduksi spesies asing, serta pencemaran yang terjadi di habitat aslinya akan menjadi faktor yang mempercepat penurunan populasinya di alam. Tanpa upaya pengelolaan yang tepat, misal pelarangan tangkap saat musim pemijahan hingga pembuatan suaka perikanan, kelestarian spesies-spesies tersebut di masa yang akan datang tidak dapat terjamin dari generasi satu ke generasi lainnya. Pada kondisi ekstrim, keberadaan spesies makhluk hidup ini menjadi lebih cepat punah.

Budidaya merupakan alternatif upaya konservasi yang dapat dilakukan secara eksitu dimana suatu spesies dilestarikan dan dilindungi dengan cara ditangkarkan di luar habitat aslinya. Dengan adanya upaya ini eksploitasi suatu spesies makhluk hidup di alam dapat dikurangi sehingga kelestarian populasinya bisa terjaga. Selain itu, keuntungan lainnya adalah berupa kontinyuitas pemanfaatan yang bisa berlangsung secara berkelanjutan (tidak bersifat musiman) dikarenakan produksinya bisa diatur melalui segmentasi proses budidaya.

Biologi dan teknologi budidaya

Beunteur tergolong ikan benthopelagik (tinggal di dasar hingga kolom perairan), hidup di perairan tawar daerah tropis dengan kisaran suhu 24-26ÂșC dan pH perairan 6,0-6,5 (Roberts, 1989). Ikan ini umumnya ditemukan di selokan-selokan, sungai, dan tambak (Weber dan de Beaufort, 1931). Berdasarkan Ekspedisi Ikan Ciliwung oleh KPC, di Sungai Ciliwung, beunteur banyak ditemukan di bagian tepi sungai yang tidak terlalu dalam dan terhalangi oleh batuan besar sungai serta sampah anorganik yang membuat arus tidak mengalir deras. Akibatnya mereka bisa mendiami habitat tersebut dengan nyaman. Sedangkan anakan beunteur banyak ditemukan di daerah tepian sungai berupa genangan yang dialiri air jernih berarus sangat pelan, dangkal, tertutup bebatuan sungai berukuran kecil hingga besar, serta ditumbuhi tanaman air berupa rerumputan yang tumbuh dari dasar hingga mencuat ke atas permukaan perairan (KPC, 2011, unpublished).

Beunteur jantan matang gonad pertama kali pada ukuran 50 mm sedangkan betina pada ukuran 56  mm dengan fekunditas berkisar antara 168 -10.858 butir (Rahmawati, 2006). Selanjutnya Rahmawati (2006) menambahkan bahwa berdasarkan sebaran diameter telur-nya ikan beunteur diduga termasuk dalam kategori total spawner (saat memijah telur dikeluarkan seluruhnya, tidak sebagian-sebagian). Sedangkan menurut Axelrod dan Schultz (1983) serta Effendie (1997), ketika ikan beunteur siap memijah, pasangan tersebut akan menuju ke suatu tempat, kemudian telur yang dikeluarkan akan menempel pada tanaman air, substrat, sampah dan lain-lain.

Makanan utama ikan beunteur adalah Bacillariophyceaea, makanan sekunder Chlorophyceae, dan makanan insidental adalah Insekta (Asyarah, 2006). Selanjutnya Asyarah (2006) juga menyatakan bahwa ikan beunteur bersifat euryphages dimana ikan beunteur kecil (33-52 mm) cenderung herbivora, ikan sedang (53-92 mm) cenderung karnivora, dan ikan besar (93-122 mm) cenderung omnivora.

Untuk teknologi budidaya beunteur sendiri, beberapa orang memberikan alternatif yang berbeda satu sama lainnya. Salah seorang teman saya, pemilik blog Si Beunteur, menggunakan kolam beton berukuran 2 m x 1 m x 0,6 m dengan ketinggian air + 40 cm. Berbagai tambahan lainnya mulai dari pemasangan blower untuk membuat pancuran, aliran, dan resirkulasi air; penanaman tumbuhan air berupa rerumputan maupun lainnya sebagai tempat persembunyian dan melekatkan telur (tempat pemijahan); hingga pemasangan tumpukan bebatuan sungai yang juga berfungsi sebagai tempat bersembunyi. Pakan yang digunakan berupa cacing tanah hidup yang sering ditemukan di pelepah batang pisang yang diberikan banyak pada pagi sehingga tidak cepat habis dimakan sampai sore hari. Hasilnya, lebih dari 31 ekor benih berumur kurang dari 30 hari yang kemudian dipelihara dalam akuarium berasosiasi dengan tanaman air Cabomba sp. dan Hidrylla sp. Pakan yang diberikan pada benih setelah dapat berenang adalah berupa kuning telur.

Menurut informasi dari teman saya lainnya diketahui bahwa beunteur yang dimilikinya mampu berkembangbiak di bak mandi tembok hanya dengan memakan lumut yang menempel di dinding saja tanpa pemberian makanan tambahan. Kondisi ini dapat dipahami karena kebiasaan makanannya yang telah disebutkan Asyarah (2006) di atas. Sedangkan menurut diskusi dengan salah seorang peneliti dan praktisi ikan hias, beunteur bisa dibudidayakan juga menggunakan kolam terpal berukuran 2 m x 1 m x 0,6 m dengan ketinggian air 50 cm. Dasar kolam diberi lumpur setebal + 5 cm sebagai media untuk penanaman tanaman air mencuat yang biasa digunakan beunteur untuk menempelkan telur. Pakan yang diberikan berupa pelet hingga jentik nyamuk untuk indukan dan benih sedangkan sebagai pakan awal benih adalah berupa kotoran ayam kering yang dibungkus kain dengan ukuran 200 gram/m3. Menurut pengakuannya, dari teknologi ini juga telah berhasil mengembangbiakkan ikan beunteur.

Kesimpulan dan permasalahan lainnya

Dari kasus-kasus yang dipaparkan di atas telah memberikan pemahaman kepada kita bahwa sebenarnya ikan beunteur (Puntius binotatus) merupakan spesies yang mudah beradaptasi dan termasuk mudah dibudidayakan, namun yang menjadi permasalahannya kini adalah:

  1. Bagaimana cara membuat ikan beunteur tersebut bisa memijah sepanjang tahun?
  2. Apa jenis pakan yang paling sesuai untuk mematangkan gonadnya sehingga manajemen pemijahannya bisa kita atur?
  3. Berapa jumlah pakan efektif yang seharusnya diberikan?
  4. Berapa perbandingan jantan-betina (sex ratio) yang tepat dan efektif untuk pemijahan massal ikan beunteur?
  5. Dll.

“Semoga tulisan ini bisa menjadi acuan upaya budidaya (konservasi eksitu) ikan beunteur (Puntius binotatus) secara massal sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekologi maupun ekonominya.” 

[Ruby Vidia Kusumah]

Pustaka

  • Asyarah, D. Q. 2006. Studi Makanan Ikan Beunteur (Puntius binotatus) di Bagian Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Jawa Barat.  Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.
  • Axelrod, H. R., G. S. Axelrod, W. E. Burges, B. M. Scott, N. Pronek, and J. G. Walls. 2004. Atlas of Freshwater Aquarium Fishes: Tenth Edition. T.F.H. Publications. 1152p.
  • Axelrod, H. R. dan L. P. Schultz.  1983. Handbook of Tropical Aquarium Fishes. T. F. H. Publications, Inc. Ltd. Hongkong. 718 p.
  • Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal.
  • Kusumah, R. V., E. Kusrini, R. Samsudin, S. Cindelaras, Sudarto, dan Hapsoro. 2011. Introduksi Spesies Asing, Apakah Mengancam Kelestarian Ikan-Ikan Sungai Ciliwung?. Makalah dipresentasikan dalam Forum Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan III, BRPSI, KKP. Bandung, 18 Oktober 2011.
  • Rahmawati, I. 2006. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Beunteur (Puntius binotatus C. V. 1842, Famili Cyprinidae) di Bagian Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Jawa Barat. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.
  • Roberts, T. R. 1989 . The Freshwater Fishes of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia). California Academy of Sciences. San Fransisco.
  • Weber, M. dan L. F. de Beaufort. 1931. The Fish of Indo-Australian Archipelago. Vol: III (I). Leiden, E. J. Brill Ltd. Amsterdam. Hal 187-189.

2 komentar:

  1. Makasih Oom Ruby, sudah memberitakan upaya coba2 kami. Namanya juga iseng2 berhadiah, kalo mujur yaa dapat hadiah ... hehehe

    Oya, kalo mau lihat foto2 bayi beunteur kami bisa check di sini http://beunteurnparay.blogspot.com/p/galeri.html

    BalasHapus
  2. Om Beunteur, Sekedar berbagi tambahan informasi lainnya yang baru saya dapat. Harapan saya ada yang bisa menyelesaikan daftar permasalahan lainnya yang saya utarakan di atas

    Oia satu hal lagi yang lupa, ikan beunteur ternyata makannya alga sampai serangga ya? mungkin pakan yang wajib diujicobakan adalah jentik nyamuk untuk mematangkan gonadnya, bukannya cacing tanah.

    BalasHapus